Selasa, 18 Juni 2013

Domestic Workers in Indonesia

Oleh : Doni Marmer

Selama ini kita sebagai orang-orang yang dapat mengakses ekonomi kelas menengah ke atas sangatlah lazim untuk memiliki PRT (Pembantu Rumah Tangga). Dengan spesifikasi pekerjaan yang bervariasi, seperti membersihkan rumah, merawat perabotan, memasak, mencuci baju, mengurus halaman, teknisi rumah tangga, menjaga hewan peliharaan, bahkan merawat anak. Namun pekerjaan ini adalah pekerjaan dengan batasan waktu yang hampir tidak ada garisnya.
Terlebih lagi dengan pekerjaan yang sangt banyak, gaji yang mereka terima memang sangat tipis dibawah UMR (upah minimum regional) bahkan ada yang sangat jauh di bawahnya. Sebagian besar memang menyayangkan gaji mereka, tetapi hanya sebatas keluhan, tindakannya banyak terhalang pemikiran moril yang mendalam.
Dalam hal ini, PRT adalah yang paling rawan terjaring sebagai korban eksploitasi dan perdagangan orang. Karena lingkungan mereka bekerja adalah area private dengan tingkat privasi yang cukup tinggi, sehingga sangat susah untuk dideteksi apakah kondisi mereka ‘aman’ atau ‘dalam bahaya’.
Fenomena PRT memang sudah sangat lama timbul, dan sebagian besar adalah masalah perkerja di bawah umur, dan pelaksanaan jam kerja yang berlebihan tanpa hari libur, serta tindakan kekerasan terhadap PRT yang sangat jarang di ekspos. Kami tidak akan bilang bahwa isu tersebut banyak terjadi terhadap Buruh Migran, faktanya, secara domestik, dalam negri kita sendiri, PRT juga diperlakukan semena-mena.
Mungkin dengan kejadian yang terjadi beberapa minggu lalu di KJRI Saudi Arabia, kita paham bahwa hak untuk medapatkan pelayanan dan terutama perlindungan negara terhadap warga negaranya kurang maksimal. Kontroversinya adalah apakah pemerintah tidak bisa bekerja dengan baik, atau saking banyaknya TKI yang ilegal dan terjebak dalam kondisi mengenaskan seperti ini. (Penulis secara pribadi ingin menyalahkan pihak agensi TKI ilegal yang seharusnya diberantas.)
Coba lihat ke sekitar kawasan anda tinggal, perhatikan PRT yang bekerja baik tinggal bersama majikan atau pulang pergi. Amati lebih baik apakah umur mereka sudah layak untuk bekerja, dan apakah perlakuan yang didapatkan dari majikan dan agen sudah sesuai. Seperti apapun, upah mungkin akan selalu dipertanyakan seiring banyaknya bahan baku yang juga ikut menaikan harga mengikuti tren kenaikan harga BBM.
PRT termasuk Buruh Migran dan TKI lainya adalah bagian dari sistem sosial dan ekonomi untuk keberlangsungan negara ini. Cap “Pahlawan Devisa Negara” yang melabelkan para TKI terkesan hanya bentuk sarkasme akan kerja keras mereka. Yang perlu kita lakukan memang tidak bisa banyak sebagai warga pada umumnya.
Yaitu dengan membantu meningkatkan perhatian masyarakat, tetangga, keluarga, dan kerabat bahwa PRT juga harus mendapatkan haknya sebagai seorang pekerja setelah memenuhi kewajibanya. Seperti upah yang layak, jam kerja yang sesuai, hak untuk mendapatkan libur pada hari libur, serta hal yang menyangkut masalah moral juga. PRT bukanlah barang dan bukan objek, bukan juga komoditas murahan. Ketimbang menjadi pemalas dan memerintah, perhatikan lebih baik perlakuan kita, atau ingatkan kerabat untuk menghentikan eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap PRT (baik verbal maupun secara fisik).
Hal ini yang menjadi amanat kita sebagai penanggung jawab mereka ketika kita meminta mereka untuk bekerja. Semoga nasib PRT Indonesia dan para Buruh MIgran dan TKI dapat dengan aman dan lebih teliti dalam memperhatikan praktik human trafficking dan eksploitasi dalam lingkungan pekerjaanya. Dan juga bantu kami meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap gerakan melawan perdagangan orang dan menghentikan eksploitasi. Agara banyak yang terselamatkan dan membantu mereka menambah ilmu agar lebih teliti dan tidak terjebak dengan agensi ilegal.
for supporting us :
Twitter       : @fightBDG

Email         : fightbandung@gmail.com
                   fightbdg-team@googlegroups.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar